LMP Desak Usut Tuntas Kasus TPPO di Subang, Libatkan Ibu Tiri Jual Anak ke Spa

LMP Desak Usut Tuntas Kasus TPPO di Subang, Libatkan Ibu Tiri Jual Anak ke Spa
SUBANG | TRIKUPADET.CLIK – Sebuah dugaan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) kembali menggegerkan Kabupaten Subang, Jawa Barat. Ni (saat itu 15 tahun), seorang gadis belia, diduga menjadi korban eksploitasi ekonomi oleh orang-orang terdekatnya, termasuk ibu tiri dan kekasih ibu tiri, sejak tahun 2022.
Informasi yang tim media himpun menyebutkan bahwa Sh, ibu tiri korban, bersama kekasihnya, NS, diduga kuat menjual Ni kepada Wi, seorang penyalur tenaga kerja spa di Desa Jayamukti, Kecamatan Blanakan, Subang.
Selanjutnya, Ni ditempatkan di sebuah tempat spa bernama Cort, kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Penempatan ini disinyalir mendapat persetujuan langsung dari ibu tiri dan pacarnya.
Penyelidikan awal mengindikasikan adanya eksploitasi ekonomi yang kuat. Bukti transaksi keuangan menunjukkan 34 kali transfer dana masuk ke rekening Sh, NS, dan Na (saudara sebapak korban). Dana ini diduga berasal dari hasil kerja Ni di spa tersebut.
Kasus ini mulai terkuak setelah keluarga korban, didampingi Laskar Merah Putih (LMP) Marcab Kabupaten Subang, melaporkan kejadian ini ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Subang.
“Selama bekerja, uang Ni selalu diminta. Bahkan nilainya disebut mencapai puluhan juta rupiah,” ungkap Rohman, Wakil Ketua Marcab LMP Kabupaten Subang, kepada awak media pada Jumat (11/07/2025).
Kini berusia 18 tahun, Ni akhirnya memberanikan diri untuk bersuara. Ia mengungkapkan mengalami tekanan mental dan perlakuan tidak manusiawi selama tinggal bersama ibu tirinya. Ni berharap bisa membantu ekonomi keluarga, namun kenyataannya ia justru dipaksa bekerja tanpa bayaran dan diminta menyerahkan seluruh penghasilannya.
Tak tahan dengan perlakuan tersebut, Ni akhirnya kembali ke rumah ibu kandungnya di Desa Bugel, Indramayu. Di sana, ia mencari perlindungan hukum dan mulai membuka kisah pahitnya selama tiga tahun terakhir.
“Sudah tiga kali mediasi, baik di balai desa maupun secara kekeluargaan, tapi tidak ada titik temu. Bahkan pihak terlapor cenderung tidak kooperatif dan menantang proses hukum,” tambah Rohman.
Ni juga mengaku mengalami trauma psikologis mendalam akibat eksploitasi. LMP Subang berjanji akan terus mendampingi Ni dan ibu kandungnya, Ibu Casih, hingga proses hukum tuntas.
“Kami menduga kuat ini adalah bentuk TPPO dan eksploitasi ekonomi terhadap anak di bawah umur. Kami mendesak Polres Subang untuk menangani kasus ini secara serius dan profesional,” tegas Rohman.
LMP juga mendorong aparat hukum memeriksa menyeluruh semua pihak yang terlibat, termasuk Sh, NS, Na, serta Wi selaku penyalur tenaga kerja spa. Mereka juga menuntut pendampingan psikologis dan perlindungan hukum bagi korban.
Lebih lanjut, LMP mendesak pemerintah daerah dan lembaga terkait mengevaluasi tempat-tempat spa yang disinyalir mempekerjakan anak di bawah umur. Langkah ini dianggap krusial untuk memutus rantai perdagangan manusia yang kian mengkhawatirkan.
Saat ditemui, Wi selaku sponsor tenaga kerja memberikan pengakuan mengejutkan. Ia mengaku tidak mengetahui usia korban saat pertama kali mengajukan diri bekerja.
“Kalau soal umur saya enggak tahu, Pak. Dia datang ingin kerja. Saya bilang, kalau mau kerja spa itu harus training dulu tiga bulan, minta izin orang tua, dan dia datang lagi sama mamanya, saya pikir itu mama kandungnya. Ternyata, ya mungkin ibu tirinya,” jelas Wi kepada tim media.
Dalam pengakuannya, Wi juga menyebut adanya seseorang bernama Pa Aji, yang diduga membantu pengurusan dokumen KTP korban agar bisa memenuhi syarat administratif bekerja di spa.