KARAWANG-TRIKUPDATE.CLIK | GAGALNYA sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Karawang periode 2019–2024 dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 memicu polemik baru. Sebanyak 50% dari 50 anggota yang tidak terpilih kembali tersebut kini mempertanyakan rencana pergeseran atau perubahan titik usulan program pembangunan serta pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari hasil reses, yang dikemas dalam Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) anggota dewan.
Para purna anggota DPRD Karawang tersebut berupaya keras agar usulan program mereka tidak diubah. Mereka beralasan, perubahan titik usulan atau Calon Penerima dan Calon Lokasi (CPCL) akan mengecewakan masyarakat atau konstituen yang telah menerima janji program. Usulan program Pokir ini meliputi pembangunan konstruksi dan juga pengadaan barang untuk kelompok masyarakat yang tersebar di berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Menyikapi dinamika yang menyebabkan kegaduhan di Karawang ini, Ketua Laskar Merah Putih Markas Daerah Jawa Barat (LMP Mada Jabar), H. Awandi Siroj Suwandi, angkat bicara.
“Awalnya saya juga bersimpati. Kalau permasalahannya harus merubah titik usulan dan CPCL, jelas itu harus dipersoalkan. Sehingga saya juga mensupport gerakan purna anggota DPRD Karawang,” ungkap Abah Wandi, sapaan akrabnya, pada Selasa (4/11/2025).
Ia menjelaskan bahwa perubahan titik dan CPCL bisa memengaruhi psikologis masyarakat. “Sebab lokasi atau kelompok yang akan mendapatkan manfaat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), harus gigit jari kalau sampai titik dan CPCL berubah,” tegasnya.
Namun, seiring berjalannya waktu, Abah Wandi mulai mencium adanya dugaan motif pribadi dalam pergerakan purna anggota dewan tersebut.
“Patut diduga pergerakan tersebut tidak sepenuhnya memperjuangkan hak aspirasi masyarakat. Sebab saya sudah mulai mendeteksi, adanya dugaan langkah-langkah beberapa oknum purna anggota DPRD untuk mendapatkan manfaat secara personal,” sesal Abah Wandi.
LMP Mada Jabar telah mendapatkan informasi mengenai dugaan purna anggota DPRD Karawang yang mulai kasak-kusuk meminta jatah mengerjakan proyek pengadaan ke OPD. Modusnya, yang bersangkutan mengutus seseorang—yang dapat dikatakan sebagai calon penyedia jasa—untuk mengurus proyek.
Abah Wandi mengingatkan, anggota DPRD aktif sekalipun dilarang mengurusi persoalan teknis dalam menentukan kontraktor atau penyedia jasa. “Urusan teknis, sepenuhnya menjadi otoritas atau kewenangan pihak eksekutif di setiap OPD,” jelasnya.
Menutup pernyataannya, LMP Mada Jabar memberikan peringatan keras.
“Oleh sebab itu, kalau sampai ada OPD yang mengakomodir utusan dan titipan kontraktor dan terduga purna anggota DPRD. Maka LMP Mada Jabar, tidak akan segan-segan melaporkan OPD dan terduga purna anggota DPRD ke Aparat Penegak Hukum (APH),” pungkasnya.
Bila perlu, LMP Mada Jabar mengancam akan mengerahkan massa untuk menyampaikan pelaporan tersebut.***
Pewarta: eReSKa



