spot_img

PERADI Karawang Bongkar Borok Kasus Petrogas: Dari ‘Dagelan’ Pamer Duit Rp101 Miliar Hingga Tersangka Tunggal yang Janggal  

KARAWANG-TRIKUPDATE.CLIK | KASUS dugaan korupsi yang membelit Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PD Petrogas Persada Karawang kini memasuki babak baru yang penuh dengan tanda tanya besar. Meski mantan Direktur Utama, Giovanni Bintang Rahardjo (GBR), telah divonis dua tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Bandung, polemik justru semakin meruncing seiring dengan langkah Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Karawang yang mengajukan banding.

Di balik riuh rendah proses hukum tersebut, Ketua DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Karawang, Asep Agustian SH. MH, atau yang akrab disapa Askun, melontarkan kritik pedas. Ia kembali mengungkit peristiwa “pamer duit” ratusan miliar rupiah yang dilakukan Kejari Karawang pada Juni 2025 lalu, yang kini dianggapnya sebagai sebuah “dagelan” hukum yang kontraproduktif.

Langkah Kejari Karawang yang secara resmi mengajukan banding atas vonis dua tahun terhadap GBR mendapat tanggapan beragam. Askun secara terbuka menyatakan apresiasinya terhadap Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Karawang saat ini, Dedy Irwan Virantama, atas keberanian mengambil langkah hukum tersebut.

“Saya apresiasi Kajari sekarang dan timnya yang melakukan upaya banding. Silahkan, itu memang sudah jadi hak sebuah lembaga untuk mencari keadilan yang lebih tinggi,” tutur Askun saat memberikan pandangannya kepada awak media.

Namun, apresiasi tersebut dibarengi dengan catatan kritis. Pasalnya, vonis dua tahun penjara serta kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 5,1 miliar dinilai belum menyentuh substansi persoalan sebenarnya, yakni pengembalian kerugian negara yang nyata.

Berita Lainnya  Jangan Libatkan Bupati! Askun Minta Pengurus KORPRI Karawang Bereskan 'Kekacauan Internal' Soal Dana Pensiun

Askun menyoroti kembali momen rilis pers pada 23 Juni 2025, di mana kepemimpinan Kejari Karawang sebelumnya (Kajari Syaifullah) sempat memamerkan tumpukan uang tunai senilai Rp 101 miliar di hadapan publik. Saat itu, langkah tersebut diklaim sebagai bentuk pengamanan aset terkait kasus Petrogas.

Namun, Askun menilai penyitaan dividen sebesar Rp 101 miliar tersebut merupakan langkah yang keliru dan cenderung ‘narsis’. Ia menduga Kejaksaan kala itu hanya sekadar mengikuti tren Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam memamerkan sitaan uang korupsi tanpa melihat relevansi hukumnya.

“Kalau di Kejagung, uang yang dipamerkan itu jelas kerugian negara yang diselamatkan. Lah, ini di Karawang, yang dipamerkan adalah dividen atau kas resmi Petrogas yang ada di bank. Itu bukan uang hasil korupsi, tapi uang operasional perusahaan yang tiba-tiba disita dijadikan barang bukti,” sindir Askun dengan nada satir.

Kritik yang dilontarkan PERADI Karawang bukan tanpa alasan. Akibat penyitaan uang Rp 101 miliar tersebut, operasional PD Petrogas hari ini praktis mengalami kelumpuhan. Uang yang seharusnya bisa digunakan untuk menjalankan roda perusahaan kini “terkunci” karena statusnya sebagai barang bukti dalam perkara yang belum berkekuatan hukum tetap (inkrah).

Berita Lainnya  Tangkal Disintegrasi: Wardatul Asriah Ajak Siswa MA Cibitung Jadi Agen Perubahan Berlandaskan Empat Pilar

Dampak domino dari langkah penyitaan ini sangat terasa:

  • Pemilihan Direksi Terhambat: Proses seleksi direksi baru tidak kunjung digelar karena alasan ketiadaan biaya operasional.
  • Stagnasi Bisnis: Sebagai BUMD, Petrogas tidak mampu melakukan ekspansi atau sekadar menutupi biaya harian perusahaan.
  • Ketidakpastian Hukum: Selama proses banding berlangsung (estimasi 4 bulan), dana tersebut tetap tidak bisa disentuh.

“Ngapain dulu disita dan dipamerkan? Kan sebenarnya cukup diblokir saja rekeningnya kalau takut disalahgunakan. Sekarang rimbanya uang itu di mana? Di persidangan pun uang fisiknya tidak pernah dihadirkan, hanya angka-angka saja,” tegas Askun.

Persoalan lain yang disoroti adalah ketidakmampuan penyidik dalam mengejar aliran dana sebesar Rp 7,1 miliar yang disebut-sebut dinikmati oleh terdakwa GBR. Menurut Askun, sejak awal penyidik tidak terlihat serius mengejar aset-aset hasil kejahatan tersebut, baik yang bergerak maupun tidak bergerak.

Ia mengkhawatirkan jika nantinya terdakwa tidak mampu membayar uang pengganti, maka negara tidak mendapatkan apa-apa dari pengungkapan kasus ini. “Artinya, terdakwa ini hanya ‘pasang badan’. Tidak ada aset yang disita untuk menutupi kerugian Rp 7,1 miliar itu. Lalu apa gunanya pamer Rp 101 miliar kalau yang dikorupsi tidak balik?” tanyanya retoris.

Berita Lainnya  Karawang Kirim Sinyal Solidaritas Kemanusiaan: Bantuan Rp400 Juta untuk Pemulihan Aceh Tamiang

Askun juga mencium kejanggalan dalam status GBR sebagai tersangka tunggal. Dalam sebuah tindak pidana korupsi di lingkungan BUMD, sangat jarang terjadi seseorang bertindak sendiri tanpa sepengetahuan atau keterlibatan pihak lain.

“Ini seperti dagelan. Baru kali ini ada kasus korupsi BUMD dengan kerugian miliaran tapi tersangkanya tunggal. Sejak awal saya menilai ini hanya pertunjukan untuk publik, bukan penegakan hukum yang tuntas,” pungkasnya.

Menanggapi polemik tersebut, Kajari Karawang Dedy Irwan Virantama menegaskan bahwa komitmen pihaknya adalah memberikan efek jera kepada pelaku korupsi. Langkah banding diambil karena vonis dua tahun dianggap terlalu ringan dan belum mencerminkan rasa keadilan masyarakat.

“Putusan tersebut belum bisa kami terima sepenuhnya. Kami akan melihat apakah alasan-alasan banding yang kami ajukan dapat diterima oleh majelis hakim di tingkat banding,” ujar Dedy. Proses ini diperkirakan akan memakan waktu hingga April 2026 mendatang.

Publik kini menanti, apakah langkah banding ini akan mengungkap aktor intelektual lainnya, ataukah hanya akan memperpanjang “drama” tumpukan uang ratusan miliar yang hingga kini rimbanya masih dipertanyakan oleh para praktisi hukum. ***

Pewarta: Onedee

Bagikan Artikel>>

Berita Lainnya

spot_img

NASIONAL

DAERAH

REKOMENDASI

- Advertisement -spot_img

HUKUM & KRIMINAL

BIROKRASI

INVESTIGASI

ARTIKEL POPULER